SBSI adalah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia. Pada masa rezim diktator Suharto hanya mengijinkan satu wadah serikat buruh. Serikat-serikat buruh independen yang sebelumnya lahir pada masa Orde Lama di bawah pimpinan presiden Sukarno, dipaksa unifikasi ke SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) oleh Menteri Tenaga Kerja eks-militer Sudomo. Unifikasi ini dilakukan pada tahun 1985. Sebelumnya dimulai dengan unifikasi dalam wadah berbentuk federasi tahun 1972 dalam FSPSI, namun dirubah lagi menjadi unitaris tahun 1985 dalam wadah SPSI. Sejak fusi yang dipaksakan itu, SPSI berubah total menjadi mesin politik Orde Baru, banyak pensiunan tentara menjadi pengurus SPSI di daerah. Serikat pekerja dijadikan organ pemerintah dalam bentuk “state corportism”. Inilah awal yang membuat buruh kecewa terhadap SPSI. Mulailah muncul LSM-LSM perburuhan yang mengorganisir dan mengadvokasi buruh. Buruh-buruh yang kecewa banyak melakukan unjuk rasa liar (wild cat strike).
Muchtar Pakpahan yang saat itu salah satu direktur LSM dari Forum Adil Sejahtera (FAS) termasuk salah satu LSM yang banyak mengadvokasi buruh. LSM ini juga memiliki jaringan dengan LSM lain di banyak kota industri Indonesia. Pada suatu masa mereka melakukan refleksi terhadap efektifitas gerakan buruh melalui jalur LSM. Ada kesimpulan yang terbelah dua, satu pihak menyatakan pengorganisasian buruh melalui jalur LSM masih diperlukan sambil menunggu momentum dan akumulasi kader militan. Pendapat lain –termasuk FAS—menyatakan, kerja LSM model saat itu hanya maksimal bisa menyelesaikan kasus, tetapi tidak bisa merubah sistem perburuhan secara radikal, sementara akar persoalan berada di sistem, seperti tidak adanya kebebasan berserikat, upah minimum yang tidak pernah naik, sistem peradilan P4D/P4P yang lebih menguntungkan pengusaha.